LIFE
MUST GO ON
“Your past is not your destiny.
Something good is waiting for you in your future”
(Joice Meyer)
Pada era 90-an
ada sebuah lagu rohani yang cukup hits dan menyentuh hati. Lagu itu judulnya
“Kusadari”, dinyanyikan oleh Sari Simorangkir (Grup Band VOG: Voice of
Generation) yang menceritakan kadang harapan tidak sesuai kenyataan, timbullah
rasa kecewa dan putus asa yang membayangi. Ingin lari dari kenyataan namun
tidak mampu. Hingga di batas akhir kekuatan, datanglah Tuhan dengan kasihNya yang
menyentuh hati dan membangkitkan semangat hidup sehingga akhirnya mampu
melangkah meninggalkan masa lalu.
Apa yang
digambarkan dalam syair lagu Kusadari tersebut sangat mirip dengan kehidupan
yang kita jalani. Memiliki idealisme atau target atau cita-cita, sangat
berharap untuk mendapatkan atau berjuang untuk menggapainya, namun ketika tidak
tercapai muncullah rasa down atau
terpuruk karena merasa gagal atau tidak mampu.
Reaksi seseorang
dalam menghadapi kegagalan sangat individual sifatnya dan secara psikologis
banyak faktor yang mempengaruhinya. Latar belakang atau pengalaman sebelumnya
adalah yang paling utama, dan setidaknya ada dua kecenderungan reaksi umum
dalam menghadapi kegagalan. Pertama, bagi orang-orang yang perfeksionis, ketika
menghadapi kegagalan ia akan cenderung merasa sangat malu bahkan terancam harga
dirinya karena takut mendapat ejekan, celaan, dll. Kedua, adalah sebaliknya
bagi orang-orang yang bertipe cuek (santai)
ia akan merasa tidak peduli terhadap reaksi-reaksi yang akan diterimanya dan
tetap merasa baik-baik saja.
Apakah bisa
dikatakan orang yang bertipe cuek
lebih baik daripada si perfeksionis? Jawabannya adalah belum tentu. Sisi
positif si perfeksionis adalah mereka orang yang sebenarnya penuh perhitungan
jika merencanakan sesuatu. Jadi ketika gagal, walaupun merasa terpuruk tapi umumnya
akan banyak melakukan introspeksi untuk melihat pada bagian mana yang salah.
Dan jika ia memanfaatkan momen ini maka ia akan bangkit lagi dan mencoba lagi
dengan memperbaiki yang salah sebelumnya. Sebaliknya orang cuek, sisi
positifnya adalah tidak mudah stres dengan kegagalan, namun negatifnya adalah
kegagalan yang dialami cenderung tidak dijadikan bahan introspeksi karena
menganggap kegagalan adalah hal yang biasa, sehingga tidak tertarik mencoba atau
berjuang lagi.
Apa yang bisa
kita lakukan jika harapan tidak sesuai kenyataan? Jika awalnya kita merasa
kecewa, putus asa, bahkan berpikir tidak berjuang lagi, itu lumrah sebagai
reaksi awal. Namun jika reaksi itu berlangsung lama atau bahkan terulang
terus-menerus jika mengalami hal yang sama, maka waspadalah kita dengan diri sendiri,
karena dalam keadaan down, emosi pun menjadi
negatif. Pada masa ini seseorang rawan merasa diri tidak berharga. Perasaan
tidak berharga dan tidak bisa apa-apa jika berlangsung lama merupakan salah
satu ciri depresi sedang melanda, dan bila dibiarkan bisa berlanjut ke perilaku
negatif lain yang lebih tidak terkendali.
Apa yang bisa
kita lakukan jika mengalami kegagalan? Berpikir dan berperilakulah positif.
Berpikir positif
adalah berpikir bahwa tidak ada satupun dalam kehidupan kita yang lepas dari campur
tangan Tuhan. Berperilaku positif adalah sesegera mungkin berusaha kembali
melakukan aktivitas seperti biasanya (aktivitas normal). Berusaha segera beraktivitas
seperti biasanya dapat membantu membuat perasaan mampu (perasaan positif) mulai
tumbuh kembali.
Tahun 2013 akan
segera berlalu. Seberapa banyak kah harapan yang sesuai atau tidak sesuai
dengan kenyataan? Kutipan di awal tulisan mengingatkan kita pada Amsal 23:18:
“Karena masa depanmu sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang”. Tidak ada alasan
untuk tetap terpaku pada masa lalu yang sama sekali sudah tidak bisa kita ubah
lagi. Seseorang yang tetap memiliki harapan walaupun pernah gagal adalah
pribadi yang positif dan memiliki masa depan, karena ia percaya bahwa Allah itu
ada dan berkuasa atas masa depannya.
HAPPY NEW YEAR
2014!
Catatan: Tulisan ini dimuat di Majalah TAHETA Edisi Januari 2014.